Mengapa Sakit Ini Harus Memisahkanku Dari Anak-anakku?

  • By spinmotion
  • 29 Nov, 2016

Anak - anak? Apakah Manja sudah memiliki anak? Kapan menikahnya? Ataukah Manja memiliki anak angkat? Ternyata.....

Vemale.com - Rabu, 23 November 2016 10:33

Oleh: Yasin Bin Malenggang dari SPINMOTION (Single Parents Indonesia in Motion)

23 tahun. Bagi seorang gadis muda, usia tersebut adalah masa - masa keemasan dan saat indah dalam hidupnya. Saat mekar-mekarnya berkembang dalam karir dan menapaki kehidupan yang sesungguhnya selepas kuliah. Namun, rupanya hal itu tidak berlaku untuk Manja, demikian sebutan yang diberikan oleh para anggota keluarga terdekatnya.


Dalam kondisinya yang terbatas, Manja terpaksa harus menuntaskan kisah hidupnya lebih awal dari perjalanan hidup rata - rata manusia di dunia. Dia meninggal beberapa minggu yang lalu karena leukimia, penyakit yang dideritanya sejak usia 5 tahun. Sebuah perjuangan panjang mempertahankan kehidupan, yang akhirnyapun tak dimenangkannya. Ia terpaksa takluk kepada penyakit yang semakin menggerogoti kekebalan tubuhnya melalui darah putih yang tertimbun dalam saluran darahnya. Manja meninggal Jumat dini hari setelah mengalami pendarahan hebat. Saat dibawa ke ruang gawat darurat, segalanya telah terlambat. Dia...wafat.

Kuburannya masih baru. Bunga - bungapun masih segar dan belum layu. Nisan kayu ditancapkan di kedua ujungnya, terpancang kaku, menjadi saksi bisu. Di sebuah pemakaman muslim di tengah kota dan pulau yang mayoritas beragama Hindu, makam Manja nampak berbeda dengan makam lainnya. Gundukan tanah makam baru memang akan selalu melahirkan perasaan tercekat bagi yang kebetulan lewat dan melihat. Dan harupun akan merayap mendinginkan kalbu.

"Mam, Manja ingin pergi ke Jawa. Manja kangen sama anak - anak Manja. Mereka juga kangen ingin bertemu."

Anak - anak? Apakah Manja sudah memiliki anak? Kapan menikahnya? Ataukah Manja memiliki anak angkat? Ternyata, manja sudah menganggap dua anak laki - laki, kakak beradik yang dikenalnya melalui media sosial sebagai anaknya. Bahkan saking begitu jatuh cintanya, Manja sampai merasakan bahwa mereka berdua adalah anak - anak yang terlahir dari rahimnya. Bisakah seorang gadis lepas remaja yang baru berusia 23 merasakan magisnya perasaan memiliki anak kandung layaknya melahirkan dari rahimnya sendiri? Ataukah Manja hanya terbawa perasaan dalam kegalauannya menghadapi deraan demi deraan penyakitnya? Ataukah memang cinta itu sebentuk anugerah rasa sayang dari Tuhannya yang ingin memberikan kesempatan untuk memiliki rasa keibuan? Misteri, rasa penasaran dan pertanyaan - pertanyaan ini tak akan terjawab, karena Manjapun sudah tak bisa menjelaskan dan menggambarkan apa yang dia rasakan. Karena dia terlebih dulu pergi selamanya menjawab panggilan Tuhan. Bahkan sebelum Manja dan kedua 'anak - anak'nya dipertemukan.

Bagaimanakah rasa, arti dan makna menjadi seorang ibu yang dimiliki seorang perempuan untuk anak - anaknya? Tak terlukiskan, pun tak akan bisa dijelaskan dalam tulisan ini. Hanya seorang perempuan yang pernah melahirkan anak - anaknya, berjuang membesarkannya, lalu larut dalam suka dukanyalah yang bisa merasakannya. Bagaimana dengan Manja, yang tak pernah melahirkan kedua anak laki - laki yang hanya dikenalnya melalui media sosial, lalu hanya berkomunikasi jarak jauh dalam kondisi saling berjauhan? Rasa keibuankah yang dimiliki? Atau hanya ilusi? Sekali lagi keheranan akan rasa yang dimiliki Manja ini tetap tak akan terjawab dan akan menjadi misteri. Namun lihatlah, dalam laptop dan gadget milik Manja yang kemudian dibuka oleh keluarganya tak lama sepeninggal Manja menghadap Tuhan. Foto - foto, rekaman video dan suara 'anak - anaknya' yang saling ditukar-kirimkan, tersimpan dengan rapinya. Bahkan foto anak - anaknya lah yang menghiasi layar laptop dan HPnya hingga di saat - saat terakhirnya tiba. Dan dalam satu tulisan harian di laptopnya tertuliskan: ".... kenapa kau pisahkan aku dari anak - anakku, senyumku, bahagiaku, selamanya."

Mujizat dalam rasa yang tumbuh di hati berkaitan memang sesuatu yang tak terjelaskan. Namun dari sekian alasan yang paling masuk akal, ada satu hal yang mungkin bisa menjelaskan rasa keibuan yang tumbuh di hati Manja seiring dengan perkenalannya dengan anak - anak yang tak dilahirkannya dan belum pernah dijumpainya. Sejak awal - awal perkenalan mereka, anak - anak sudah terbiasa memanggil Manja dengan sebutan 'Mama'. Sebuah sebutan yang sakral dan bisa mewakili sebuah hubungan yang sedemikian kuatnya. Sebuah sebutan yang didalamnya terkandung cinta, hormat, perhatian dan juga pengakuan tertinggi untuk seorang perempuan dari 'anak - anaknya'. Namun sayangnya, itupun hanya kemungkinan saja. Karena Manja telah tiada.

Dan hanya ucapan yang bisa menjadi pengiring langkah kepergian Manja, dari anak-anaknya, "Selamat jalan, Mama ..."

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/

By spinmotion February 8, 2017
“Drama sebenarnya tak sekedar hadir begitu saja ke dalam hidup setiap manusia. Melainkan karena sengaja atau tak sengaja manusia telah menciptakannya, mengundangnya hingga ‘dia’ datang, atau hanya karena seorang manusia bersentuhan dengan salah satu penyebabnya.”
By spinmotion February 8, 2017
Tulisan yang menyoal tangisan seorang laki - laki pesakitan
By spinmotion January 15, 2017
Karena bohong, dusta, rekayasa, khianat atau apapun namanya adalah racun bagi pelakunya sendiri
By spinmotion January 15, 2017
Amnesia mungkin telah melumpuhkan semua ingatannya, namun ternyata masih ada sebentuk cinta yang tertinggal
By spinmotion December 22, 2016

Vemale.com - Rabu, 21 Desember 2016 10:07

Oleh: Yasin Bin Malenggang dari SPINMOTION (Single Parents Indonesia in Motion)

Jika bercerita soal ibu, rasanya tak ada habisnya. Ingatkah penggalan lagu "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa? Hanya memberi, tak harap kembali?" Bahkan begitu tulusnya pengorbanan seorang ibu, diibaratkan kasihnya "bagai Sang Surya yang menyinari dunia."


Rasanya semua benar adanya. Karena hanya ibulah yang mengorbankan sebagian darah, daging dan jiwanya hingga berwujud sebagai seorang anak manusia. Jika dibandingkan seorang ayah yang hanya menitipkan setitik sel saja, kinerja triliunan sel ibu lah yang membangun, melengkapi dan memperkuat cikal-bakal anak manusia dalam rahimnya. Rasanya tak perlulah kita meragukannya dengan bertanya seberapa besar pengorbanan seorang ibu bagi anak - anaknya.
 

"Ibu, adalah seorang perempuan yang menempatkan kebutuhan dan kepentingan anak - anaknya jauh di atas kebutuhan dan kepentingannya sendiri."

Ibu yang menahan lapar, terkantuk-kantuk sambil menyuapi anaknya sarapan pagi. Ibu yang menahan kantuk, berlelah-lelah memberi pijatan di kaki anaknya, sambil menggumamkan kidung pengantar tidur di malam hari. Ibu yang menyimpan khawatir, cemas, gundah dan resahnya sambil tetap tersenyum kepada anak - anaknya sambil berkata, "Jangan takut, semua akan baik - baik saja, karena ibu akan selalu ada di sini."

Bagaimana dengan Ibu yang lebih memilih untuk mengikhlaskan anak - anaknya atau malah tega membuang mereka? Entahlah, namun ada satu kalimat yang mungkin bisa menjawabnya, "Faktor biologis adalah faktor paling mudah dan tersederhana yang membuat seorang perempuan menjadi ibu. Namun ada kalanya seorang perempuan pun bisa berpikir sederhana dan mengambil pilihan termudah demi hidupnya, baik secara suka rela maupun terpaksa."

Ya, berpikir sederhana sembari mengambil jalan termudah, untuk siapa? Mungkin untuk kepentingan dirinya sendiri. Walau pada beberapa kasus, seorang ibu harus rela menyerahkan anaknya agar anaknya selamat dari bahaya atau lebih terjamin masa depannya dalam pelukan orang lain. Terlepas bahwa masa depan semua manusia adalah misteri tanpa seorang pun tahu jawaban yang pasti.

Tak semua ibu punya hati untuk mengasuh darah dagingnya sendiri. Atau pun jika tak bisa mengasuhnya sendiri, lantas menitipkannya secara layak kepada yang bisa merawat dengan baik. Lalu muncul lah langkah adopsi yang dilakukan terhadap anak-anak terlantar yang tak diinginkan keberadaannya. Sejak jaman purba, praktek adopsi ini dilakukan sebagai salah satu jalan bagi seseorang untuk mendapatkan seorang anak. Tanpa suatu proses biologis, seseorang atau pasangan suami istri bisa memiliki anak. Lambat laun langkah ini akhirnya bisa diterima oleh semua pihak sebagai sebuah upaya berazas simbiosme mutualisme. Bagi yang menerima dan yang mengalih-asuhkan sang anak. Orang tua kandungnya lega karena terangkat bebannya, dengan harapan anaknya pun lalu akan terangkat hidupnya. Dan bagi si pengadopsi, keinginan memiliki anak akhirnya terpenuhi.

Pada akhirnya ibu kandung, ibu tiri, atau ibu angkat adalah sekedar sebutan untuk menjelaskan asal-usul dan keberadaan seorang ibu. Karena bagaimanapun juga yang namanya "ibu", sejatinya adalah sebutan untuk sosok yang menghamba dalam mengasihi, mengasuh, membesarkan, mendidik dan menjadikan anak-anak manusia menjadi manusia dewasa seutuhnya. Tanpa pamrih, apalagi hanya untuk berharap mendapatkan surga. Karena jika saja semua perempuan mau untuk memahami, surga sudah berada di telapaknya semenjak dirinya menjadikan dirinya sebagai seorang ibu ...

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/.

By spinmotion December 19, 2016

Oleh: Yasin Bin Malenggang dari SPINMOTION (Single Parents Indonesia in Motion)

"Ibu, adalah manusia tergalak di dunia!"


Demikian teriak anak laki - laki kecil, siswa sebuah TK kepada ibu kandungnya. Lalu bergegas meninggalkan ibunya yang kerepotan menjining tas sekolah, botol minuman dan berbagai aksesoris sekolah yang ditinggalkan begitu saja. Terlihat wajah sedih sambil menghela nafas panjang dari ibunya yang mencoba bersabar. Wajarkah? Ada yang salah?

Anak adalah cerminan bagaimana orang tua mendidiknya. Anak adalah bagaimana ibu dan ayahnya berkata - kata, bersikap dan bertindak. Ibaratnya, anak adalah adonan yang dibuat dengan bumbu yang kadang kelebihan, kadang kurang dan tak sengaja kemasukan bahan lain yang sebenarnya tak diinginkan dalam proses penciptaannya. Jika melihat adegan di atas, tentunya ada yang salah dalam proses pembentukan karakter anak hingga bisa sedemikian berani untuk murka pada ibunya.

Kondisi keluarga memang begitu berperan dalam pembentukan karakter anak. Dalam kasus ini, ternyata si ibu adalah janda, single mom yang bercerai dari ayah si anak sejak beberapa tahun lalu. Suatu permasalahan yang tak bisa diselesaikan di antara mereka berdua menjadi penyebab si ibu dan ayah berpisah. Semenjak itu, mereka berdua sepakat membesarkan dan mengasuh si anak dalam kerjasama yang sering disebut sebagai join custody. Sang ayah akan mendapat giliran mengasuh pada saat - saat tertentu khususnya saat liburan sekolah si anak.

Bagi ibu dan ayahnya yang dewasa, langkah ini adalah paling fair dan logis walaupun sebenarnya tragis. Bagi sang anak, ritual liburan bersama ayah akan memposisikan sang ayah sebagai 'sinterklas' yang dirindukan saat 'Natal'. Seolah ayah akan datang dengan berbagai hal-hal yang menggembirakan, bermain bersama, hanya tertawa dan bersuka cita. Kemudian saat liburan selesai, sang anak kembali kepada rutinitas harian. Aktivitas sekolah dan kehidupan sehari-hari bersama ibunya menjadi satu 'malapetaka' yang membawa sengsara. Membuat posisi ibu menjadi seolah 'sipir tahanan'. Sedang si ayah tetap akan menjadi 'pengacaranya' yang datang setiap 'waktu berkunjung' tiba. Di saat-saat tertentu, sang ayah seolah akan membebaskannya. Tak mengherankan jika di hari-hari pertama si anak kembali lagi ke asuhan ibunya, mukanya ditekuk, mulut cemberut dan satu hal yang sering terjadi adalah pertunjukan sikap tak menurut dan melawan. Bagaimana tidak, jika si anak merasa pulang dari nirwana untuk masuk kembali ke Kawah Candradimuka.

Tak bisa dipungkiri, dampak perceraian orang tua dan segala urusan 'persengketaan'nya memberikan efek lima kali lebih besar untuk mengalami gangguan psikologis dan kelainan jiwa, lima kali peluang lebih tinggi untuk kenakalan anak-anak dan remaja, terjerumus dalam lembah penyalahgunaan narkotika, seks bebas dan tindak kriminalitas lainnya. Demikianlah para ahli psikolog telah meneliti dan mengukur dampak perceraian pada anak - anak yang kemudian sering disebut sebagai anak-anak broken home. Jadi, apa yang diteriakkan si anak dalam mengawali kisah di alinea awal tadi, bisa jadi adalah hanya 'percikan awal' dari sekam yang selama ini membara di dalam dirinya dan suatu saat akan berubah menjadi api yang menyala-nyala.

Sebentar lagi liburan akhir tahun tiba. Bagi sebagian besar anak broken home , liburan adalah godaan, cobaan sekaligus pelampiasan akan berbagai perasaan yang selama ini mereka endapkan. Kehilangan, kekecewaan, merasa diabaikan, tak diutamakan dan masih banyak lagi hal yang menurut mereka salah namun tak terkatakan.

Sebuah pesan dari saya, posisikan ayah sebagai ayah, bukan sinterklas, pengacara, pengunjung atau teman bersenang-senang saja. Sebaliknya, posisikan ibu sebagai ibu, bukan sekedar penunggu anak pulang sekolah, penjaga rumah dan penyedia makanan sehari-hari yang ramah. Meski rasa sakit hati menyelusup di dada, di depan pandangan dan telinga anak - anak, berusahalah untuk saling membaikkan pihak yang lainnya. Karena di mata anak - anak, perceraian sudahlah buruk, tak perlu diperjelek lagi. Kecuali memang niat bercerai adalah untuk meninggalkan semuanya di belakang dan tak mau lagi terlibat lagi sama sekali. Dan itupun pilihan yang harus dipertanggungjawabkan dalam segala bentuk dampak dan pengaruhnya di masa depan terhadap semuanya, khususnya anak - anak.

Selamat berlibur, selamat menikmati kebersamaan yang masih dipunyai. Sebelum nanti anak-anak memiliki dirinya sendiri dan memilih tuk tak bersama-sama orang tuanya lagi. Atau sebelum terjadi sesuatu pada rumah tangga dan keluarga yang tak terduga sebelumnya.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/.

By spinmotion December 19, 2016

Oleh: Yasin Bin Malenggang dari SPINMOTION (Single Parents Indonesia in Motion)

Berapa harga mencangkokkan sebuah sel tulang sumsum sehat ke sel tulang sumsum yang sakit? Bervariasi, umumnya antara 50.000 sampai 100.000 saja, namun dalam hitungan dolar Amerika. Sel yang dicangkokkan pun tak sembarangan, karena dianjurkan berasal dari saudara sekandung setelah melalui serangkaian observasi yang panjang. Itu pun masih ditambahi dengan kalimat 'belum tentu' bisa berhasil 100% karena masih terdapat kemungkinan lainnya yang tak bisa dipastikan efeknya. Apakah itu? Cobalah pikirkan kemungkinan yang terburuk dari yang paling buruk dalam kehidupan. Itulah kemungkinan hasil lain yang bisa terjadi dan didapatkan.


Mengenal beberapa teman, sahabat dan saudara yang menderita penyakit langka dan sulit disembuhkan, membawa kita untuk menemukan pemahaman bahwa hidup tidaklah semulus dan sesederhana yang selama ini dirasakan. Bukan sekedar tidur, bangun, makan, bekerja, bermain dan tidur lagi. Sekejap timbul perasaan bersyukur bahwa hidup yang telah dianugerahkan ternyata masih lebih baik. Setidaknya dalam satu dua hal, dibandingkan hidup yang harus dijalani oleh orang lain yang sepanjang hidupnya bergulat mencari kesembuhan dan berjuang untuk bertahan hidup.

Kesakitan demi kesakitan yang dirasakan selalu diiringi oleh kecemasan dan ketakutan akan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Ajal, kematian menghantui dan tak bisa melanjutkan hidupnya lagi. Jika 'sedang sadar' lalu berkontemplasi merenungkan kondisi semacam ini, seolah terngiang-ngiang kembali kalimat tanya nan suci, yang berbunyi, "Lalu nikmat mana, yang hendak kamu dustakan?"

Di dalam tubuh setiap manusia terdapat milyaran sel yang memiliki fungsi dan tugasnya sendiri-sendiri. Saling mendukung, saling bersinergi menjadikan seluruh bagian tubuh manusia 100% berfungsi. Cukup satu sel saja tak bekerja sesuai fungsinya, memberontak dan mengingkari tugasnya, maka sekejap timbullah kekacauan dan kerusakan bagi yang lainnya. Saat itulah tubuh manusia akan mengalami gangguan fungsi dan kinerjanya, lalu sakit dan bisa saja berujung pada berhenti totalnya semua fungsi dan kinerja tubuh manusia. Mati.

Tak ada yang tahu kapan kematian menjemput, apalagi jika Sang Malaikat Pencabut Nyawa itu disebut dengan 'penyakit'. Hormati dan hargai, lalu syukurilah semua yang telah Dia beri. Sebenarnya itulah yang ingin diteriakkan setiap sel-sel dalam tubuh manusia yang setiap detik bekerja sesuai fungsi dan tugasnya. Berusahalah selagi masih baik, berupayalah untuk sehat selama masih sehat dan berdoalah agar baik dan sehatpun selalu dialami oleh setiap sel yang ada di dalam tubuh ini. Berusaha menjaga seluruh sel untuk selalu sehat, mungkin adalah sebuah keniscayaan. Namun memastikan seluruh sel tubuh selalu baik dan sehat untuk selamanya adalah keharusan. Bersyukur atas segala yang diberi, apapun yang telah, sedang dan akan terjadi adalah sebuah jalan mencari keseimbangan. Karena sakit dan sehat, hidup dan mati, adalah kodrat Tuhan dalam menyeimbangkan kehidupan. Sekaligus pengingat bahwa tiada yang selamanya kecuali diri-Nya.

Hari ini Jumat. Selamat menunaikan ibadah Jumat bagi yang wajib untuk menjalankannya. Jangan lupa bersyukur atas segalanya. Semoga sehat dan bahagia senantiasa.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/.

By spinmotion December 19, 2016
"Dadi o godhong ra bakal nyuwek, dadio banyu ra bakal nyawuk."
By spinmotion November 29, 2016
Vemale.com - Kamis, 30 Juni 2016 11:46

Oleh: Yasin Bin Malenggang dari SPINMOTION (Single Parents Indonesia in Motion)

Ada begitu banyak hal yang menjadikan seorang wanita menyandang status janda?

JANDA bisa saja adalah ANDA dengan J yang kemudian muncul di depannya. J yang bisa berarti JATUHnya talak atau gugatan dari pasangan yang datangnya direncanakan ataupun tiba - tiba, atau J yang juga bisa berarti JATUH temponya masa hidup pasangan anda di dunia, dan harus meninggalkan kita selama - lamanya.

JANDA bisa saja 'J-and-A', JAWABAN dan AKHIR dari berbagai alibi dan alasan - alasan kenapa pasangan semakin jarang pulang ke rumah, lalu pergi begitu saja. JAWABAN dan AKHIR dari perjuangan untuk tetap hidup pasangan Anda yang sakit - sakitan dan telah sekian lama berusaha kesana - kemari mencari jalan pengobatan.

JANDA adalah ANDA yang nantinya akan menghadapi J didepan ANDA. J, yang bisa berarti JULUKAN miring dan sasaran cemoohan tetangga dan rekan kerja. J, yang bisa juga berarti JERITAN anak - anak yang menangis saat mengingat kembali salah satu orang tuanya meninggal dunia dan tinggal menyisakan satu orang tua saja. J, yang berarti JAM - JAM yang terasa tak pernah mencukupi dan terlalu cepat berjalan dengan semua tugas serta tanggung jawab keseharian untuk rumah tangga dan anak - anak.

JANDA dan ANDA hanyalah berbeda sedikit, sangat lah dekat malahan, tak akan terduga kapan waktunya J 'tersemat' pada kita. Jadi mengapa seringkali anggapan miring dialamatkan pada seorang janda? Bisa jadi di belakang janda yang dilecehkan, ada anak - anak yang menunggu sendirian di rumah tanpa dewasa menunggui mereka. Bisa jadi di dalam diri seorang janda ada 'orang terdzolimi' yang hamil 7 bulan saat ditinggal pergi pasangannya entah kemana atau karena musibah apa. Dan di dalam diri janda ada hak yang sama sebagai manusia untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera, untuk dirinya dan anak - anaknya.

Saat ini,

ANDA mungkin hanya ANDA, atau ... ANDA mungkin masih berbagi peran GANDA dengan pasangan.

Namun oleh suatu sebab yang tak terduga membuat J muncul di depan ANDA. Saat itulah kita semua akan paham, bahwa menjadi JANDA adalah hal yang wajar dan biasa dalam hidup ini. Sedangkan yang luar biasa adalah perlakuan orang - orang di sekitar ANDA yang selama ini melihat JANDA sebagai sebuah obyek TJANDA TAWA.


 
 

"You never really understand a person until you consider things from his point of view,until you climb into his skin and walk around in it." Harper Lee, dari buku To Kill A Mockingbird  

 

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/

By spinmotion November 29, 2016

Oleh: Yasin Bin Malenggang dari SPINMOTION (Single Parents Indonesia in Motion)

Sejak ditemukan dan diterapkannya sistem pembayaran dengan uang, tak ayal lagi, uang menjadi hal terpenting dalam kelangsungan hidup manusia. Hampir semuanya bisa dihargai dengan uang. Namun tidak segalanya bisa dibeli dengan uang, yang salah satunya adalah kebahagiaan. Walaupun sebagian manusia masih bisa berdalih dengan ungkapan:


"No, money can't buy happiness. But YES, it finances many illusions."

Kebahagiaan tak terbeli dengan uang, yang bisa didapatkan adalah ilusi. Benarkah demikian?

Hidup dalam kebahagiaan atau hidup dalam ilusi, keduanya adalah suatu keniscayaan dan bisa terjadi kepada siapapun. Yang pertama, jelas diinginkan oleh semua orang. Kebahagiaan dalam hidup memberikan rasa damai, tenteram dan perasaan selalu berkecukupan, bagaimanapun kondisinya.Kunci kebahagiaan sebetulnya adalah pada penerimaan mutlak atas kondisi atau keadaan apapun yang dihadapi. Seberapapun hasil yang didapatkan dan dimiliki, tetap berusaha untuk mempertahankannya, lalu sesekali berusaha meningatkannya.

Yang kedua, banyak ditempuh orang manakala manusia tak puas dengan kehidupan yang dimiliki dalam keaadaan yang tak sesuai dengan harapan. Lalu berburulah mereka 'kebahagiaan semu' yang bersifat sementara waktu. Bak mimpi di siang bolong atau halusinasi memandang fatamorgana di padang kerontang. Dengan menggunakan segala cara dan kekayaan yang dimilikinya, didapatkannyalah ilusi - ilusi pemuas jiwa. Mereka pun hidup dalam ilusi yang setiap kali harus 'dibeli' dan dinikmati agar sesaat terlupa dengan kenyataan hidup.

Adakah para pemilik uang triliunan yang ada di luar negeri adalah para pemilik kebahagiaan? Ataukah justru mayoritas orang Indonesia yang tak pernah memiliki tabungan dan hanya memiliki cukup uang untuk makan sehari - hari sajalah para pemilik kebahagiaan itu? Jawaban yang pasti, hanya di hati mereka sendiri - sendiri. Yang lain hanya mampu menebak - nebaknya saja. Karena perasaan bahagia didapatkan dan dimiliki seseorang dalam wujud yang berbeda - beda. Tiada kan bisa diperbandingkan dengan yang lainnya.

Seorang petani tua dengan sepetak sawah dan sejengkal kebun di sekeliling rumahnya, sudah cukup merasa bahagia manakala hasil bertaninya cukup untuk makan keluarganya dalam keseharian. Lima puluh ribu rupiah sehari, sudahlah cukup besar baginya dan keluarganya. Namun ada juga konglomerat kaya raya yang resah dan gelisah dalam kesehariannya karena selalu memikirkan pencapaian target usahanya agar bisa melakukan invasi bisnis ke bidang usaha lainnya atau malah untuk membayar hutang atau pajak yang tertunggak. Lima puluh ribu rupiah baginya adalah segelas kopi untuk menemani meeting dengan mitra usahanya atau biaya parkir mobil mewahnya saat belanja di mall perbelanjaan terkemuka di pusat kota.

Dalam satu momen diskusi bersama sahabat, dia berkata. "Pokok permasalahannya adalah CUKUPKAH dengan uang 50 ribu Rupiah untuk sehari bagimu atau CUKUPKAN dengan uang 50 ribu untuk sehari bagimu. Itu saja. Jawaban alasannyalah yang akan menentukan tindakan selanjutnya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup."

Hidup memang pilihan dan terkadang pilihan terbaik adalah berdamai dengan keadaan yang ada. Karena kebahagiaan tanpa kedamaian hanyalah ilusi yang sementara sifatnya. Oleh karena itulah kenapa disebutkan bahwa 'bahagia itu sederhana', karena bahagia hanya membutuhkan perdamaian antara masing - masing individu dengan kondisi hidupnya masing - masing. Dan tak salah kiranya jika ada peribahasa asing yang mengatakan bahwa:

"Tuhan itu sederhana dan penyuka kesederhanaan. Oleh sebab itu diciptakanNya lebih banyak manusia sederhana di muka bumi ini."

Silakan dipahami dengan keyakinan dan dari sudut pandang masing - masing, arti kebahagiaan hidup itu dan tak perlulah kemudian diperdebatkan. Karena menilai kebahagiaan hidup masing - masing adalah hak asasi orang per orang.

Dan di samping saya duduk menulis artikel ini, terdengarlah dua anak manusia yang sedang asyik bermesra. Terdengarlah kalimat si laki - laki sambil memandang mesra kekasihnya:

"Aku sudah cukup bahagia jika kamu selalu ada di sampingku."

Kalimat yang hampir membuat tempe mendoan lima ratusan rupiah di tangan saya hendak lepas dari pegangan.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/

More Posts